Selasa, 19 Januari 2016

kampungku, Surga Kecil-ku


MD/Photo: Tigi peke, Tibar

MD-PAGI itu, sang mentari nampak berwajah kemerah – merahan karena agak malu untuk keluar dari peraduannya, lalu sang ayam pun terus memanggil sang mentari untuk keluar dari peraduannya. Bukan hanya ayam, para Burung (Wiguwi) pun saling bersahut – sahutan dipinggir Rumah bertanda mereka sangat gembira atas datangnya pagi. 

Sementara angin tetap berdesir, bertiup, menari – nari melambai kesana kemari diantara hijaunya pepohonan yang nampak basah namun kelihatan segar karena sang embun tetap pada tugasnya, memberikan kesegaran pagi. 

Lambat laun akhirnya sang mentari pun mulai bangun dan  pelan – pelan mulai menyinari bumi, ayam tidak lagi berkokok karena mereka harus mencari makan dihutan agar tidak ketinggalan dari yang lainnya. Demikian pun dengan para Burung (wiguwi) yang juga akhirnya berhenti setelah  bernyanyi dipagi hari itu. 

Setelah hari semakin siang, para warga segera bekerja ditempat kerja masing – masing. Nampak seorang bapak – bapak segera memakai capingnya, memanggul cangkulnya, dan bergegas ke ladangnya untuk mencangkul, dan mencangkul, lalu setelah mencangkul ia segera mendapatkan banyak rupiah dari Hasilnya. Bagi bapak tersebut, cangkul adalah uang, karena dengan cangkul, dia dapat menghidupi anak istrinya, menghidupi keluarganya, karena cangkul bagi dia adalah sumber penghasilnnya. 

West Tigi
Tigi Barat adalah tempat dengan sejuta warna – warni simphoni alam yang luar biasa, itulah sebuah kampungku, yang barangkali tidak semua orang dapat mengatakan demikian. Tigi Barat atau Yang sering Dikenal dengan Tibar itu hanya kampung biasa dengan nuansa pedesaan yang pelosok yang sangat umum seperti di pelosok lainnya, dan bahkan barangkali ada juga yang mengatakan itu adalah kampungnya orang – orang primitif, yang tidak peka terhadap zaman. 


Ah, biarkan walaupun orang menilai apapun terhadap kampungku, tetapi bagi sebagian orang, termasuk diriku, Disana Kampungku adalah kampung surga, atau surganya kampung Tigi Barat, dan barangkali itu hanya dapat dirasakan oleh segelintir orang saja. 

Bayangkan saja, selain indahnya pesona alam berbalut dengan kealamiannya, kampung ini juga menyimpan potensi sumber daya manusianya, keharmonisan dan kerukunan bertetangga selalu dijaga, bahkan ketika membangun membuat suatu pekerjaan pasti mereka bersama menyelesaikannya secara kompak dan tanpa pamrih, mereka para warga itu secara sukarela membersihkan jalanan kampung agar terlihat bersih dan nyaman dilewati. 

Begitu juga ketika ada tradisi Adat (bakar batu batu) oleh salah satu penduduk setempat, para warga pun dengan sukarela untuk hadir merayakan acara tersebut untuk membantu suksesnya tradisi adat tersebut. Inilah kampungku. 

Yang barangkali nuansa gotong royong, yang dibalut dengan nuansa kekeluargaan dan rasa saling memiliki satu warga dengan warga lain itu masih sangat kental. Inilah kampungku, yang diantara hijaunnya pepohonan, sepoinya angin yang berhembus di pematang kebun, Negeri Indah terpesona dipinggir Danau disana Tersimpan Sejuta Kenangan, yang diwarnai dengan sejuta cerita, Rindu ketika melihat foto alamku. memandang kedanau Lembah (memi)  yang membentang dipinggir danau Tigi memberi sebuah kecantikan Alam yang terpesona. Abadi akan semua kenangan di Negeri Tanah Hitam, odeida dengan berbagai tumbuhan yang menghiasi Alamku yang indah. Ah aku pun jadi berfikir, aku tak ingin keluar dari tempat ini, karena aku sudah merasa nyaman berada dikampung ini, merasa telah berada disurga.

Penulis adalah: Koteka Son
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FORMULIR KONTAK

Nama

Email *

Pesan *