foto usai menyiapan sayur paku dua tahun yang lalu |
Aku
merenung sejenak menatap lampu jalanan yang sudah menyala. ku susuri perlahan
trotoar berdebu itu dengan perlahan tanpa berniat untuk cepat-cepat segera
berlalu. Sementara itu suara adzan maghrib sudah menghiasi langit sore yang
cerah itu. Aku masih ingin tetap menikmati sore ini, namun aku tak tahu
bagaimana caranya.
Malam ini
adalah malam Natal. Tapi aku tak merasakan itu akan segera terjadi. Hati ku
masih beku dan lidah ku rasanya kelu untuk berbicara sekata pun. Aku hanya
tahu, malam ini Christmas Eve dan aku ingin menghadiri misa malam Natal. Ku
lirik jamku, masih setengah tujuh sore, Misa ibadah dimulai pukul delapan
malam. Ku nikmati suasana jalanan yang ramai sambil menunggu waktu itu.
Di sini aku
teringat rumah ku, tanah kelahiranku. Selalu terbayang malam Natal yang indah
dengan bintang-bintang ramah berkelap-kelip menemani malam Natal. Dan di
telingaku selalu berdentang lonceng Gereja yang bertalu-talu silih berganti
dari semua penjuru. Namun disini suasana syahdu itu tak ku dapatkan, tiga tahun
aku merindukan suasana Natal kota kecil ku. Sesudah itu aku melanjutkan
langkahku.
Aku berbelok
ke kiri menuju jalan kecil ke arah gereja. Pada tikungan pertama terdapat
gereja Katedral Bogor tempatku beribadah malam ini. Saat aku berjalan perlahan
memasuki gerbang gereja, Umat sudah mulai memenuhi tempat duduk dalam gereja.
Sementara parkiran penuh dengan mobil mewah dan sepeda motor.
Para
penerima tamu telah berdiri menerima setiap umat yang datang. Tampak sukacita
tergambar di wajah-wajah mereka. Kurasa hanya aku yang murung dalam sukacita
Natal ini. Dalam hati ku tekadkan untuk mencari makna sesungguhnya dari malam
Natal ini. Aku malu, malu kepada Tuhan-ku. Aku tak ingin Natal tahun ini ku
nodai dengan perbuatan ku yang tidak layak disebut sebagai orang Kristen.
Misa Natal
berjalan dengan khidmat. Semuanya kumaknai dengan kasih dari Tuhan yang nyata
melalui kedatangan Yesus Kristus Sang Juru Selamat. Dalam jiwaku bergejolak
sebuah penyesalan yang dalam, sementara itu aku tidak tahu apa yang harus aku
lakukan. Hanya penyesalan dan sukacita yang ada dalam jiwaku.
Malam telah
larut saat misa malam Natal usai. Semuanya kembali dengan membawa sukacita yang
baru. Bersalam-salaman dalam damai dan sukacita yang indah. Semuanya tertawa,
tersenyum saling memberikan ucapan syukur dan selamat Natal. Namun di balik itu
semua jauh di dalam lubuk hati ku ini, terbayang wajah ayah dan ibuku, wajah
saudara-saudara ku. Aku melihat wajah seorang ibu yang sudah mulai tua, dalam
kerinduan berdiri di depan pintu memandang ke ujung jalan. Akankan anak-ku
Pulang dan natalan bersamaku
Ini Natal
ku yang ketiga tanpa kehadiran kedua orang tuaku dan ketiga saudaraku di
sampingku. Dapat kulihat dengan jelas rumah kami yang sederhana itu semakin
sepi penuh kerinduan.
Aku
mendapatkan rasa sepi itu. Rasa sepi namun penuh dengan sukacita pengharapan.
Aku hanya bisa berharap tahun depan aku akan pulang untuk merayakan natal
bersama mereka.
Aku
teringat dengan isi pembicaraan ku dengan mama di telepon beberapa hari yang
lalu. Ku rasakan kesepian itu semakin dalam intonasi suaranya.
“ mama waee, mungkin
tahun depan aku baru bisa pulang untuk merayakan natal, doakan saja semuanya
sehat-sehat saja.”
“ Baiklah, mama
berharap juga bisa pulang bersama-sama dan kita bisa berkumpul lagi.”
“ Semoga saja ma,
tapi tahun ini aku tidak bisa pulang.”
Kudengar
keiklasan yang dalam dari kata-katanya. Serta sebuah pengharapan. Dan aku juga
berharap semua itu terjadi, dan aku merenung kembali Karena pasti berkumpul
kembali merayakan Natal bersama-sama.
Aku ingin
berteriak ke seluruh jagan raya. Ingin kusampaikan kerinduan ini dan kuteriakan
“ SELAMAT NATAL DUNIA…!!!”. dalam taksi yang sepi itu aku berbisik di dalam
hati, “ Selamat Natal Mama, TAHUN INI AKU TIDAK PULANG.
Penulis: Koteka Son
Penulis: Koteka Son
Tidak ada komentar:
Posting Komentar