Mereka bilang kami menang gaya, Mereka bilang kami brutal, mereka
bilang sekolah kami bak penampungan tukang pukul, dan dunia seolah olah
menghakimi kami ketika tindak kekerasan pada dunia pendidikan lagi dan lagi
terjadi, padahal tidak banyak yang tahu bagaimana rasanya menjadi 'kami' .
1. Masa SMA kebanyakan memang indah, tetapi menjadi PRAJA adalah anugerah Tuhan yang luar biasa.(Nasip-Nasipan)
Bisa jadi
perjuangan menjadi seorang praja merupakan momentum awal perubahan dalam diri
kami. Meninggalkan euforia masa putih abu-abu dan mulai mempersiapkan masa
depan adalah sungguh bukanlah hal mudah.
Bagaimana
kami nanti, adalah tuaian dari apa yang kami kerjakan saat ini. Perjalanan
panjang menempuh rantaian pendidikan dari mulai TK hingga SMA ternyata tidak
cukup menjadi amunisi.
Terbiasa
melewati tahapan tes yang singkat dan bahkan bisa jadi tanpa perlu kerja keras
di setiap saringan masuk tingkatan pendidikan, membuat kami harus memaksakan
diri, belajar dan berlatih lebih giat lagi, mengingat serangkaian tes yang
ternyata memang tidaklah mudah.
Kami juga
harus mempersiapkan diri menghadapi para pesaing kami yang berasal dari seluruh
Indonesia. Kami tak hanya diukur dengan besaran nilai akademis, tetapi juga
kesehatan serta kekuatan fisik, dan yang tidak kalah penting sekaligus paling
menentukan, yaitu kepribadian kami melalui tes psikotes. Sistem gugur di setiap
tahapan membuat kami selalu waspada. Salah salah strategi, kesempatan kami akan
hilang begitu saja.
2. Menjadi
yang termuda bukanlah kesempatan untuk bermanja, tetapi lebih dari sekedar
status Muda Praja, adalah fase untuk belajar mendewasakan diri.
Muda Praja Angkatan XXIV (Napapuja).Doc Pribadi/MD |
Setelah
resmi dikukuhkan menjadi Praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri, kami pun
dihadapkan pada kenyataan bahwa masa remaja kami telah selesai. Masa remaja
kami telah kami serahkan sepenuhnya kepada negara, dengan mengabdikan diri
untuk dididik di Lembah Manglayang Jatinangor.
Siklus
kehidupan Praja yang selama 24 jam non stop sedikit demi sedikit mulai merasuk
dalam tingkah laku kami. Bagaimana seharusnya kami bertindak sesuai aturan yang
mengikat kami adalah rentetan doktrin pengasuh dan senior yang kini telah
menjadi nafas perjuangan kami.
Banyak yang
bersentimen bahwa kami hanya dipaksa untuk dewasa sebelum waktunya. Anak kecil
yang terbungkus oleh seragam sakti. Tapi lebih dari itu, kami sedang dipersiapkan
lebih awal untuk menjadi dewasa.
Kami bukan
karbitan, karena kami percaya, yang cepat bersinar akan lebih dahulu redup.
Kami menikmati proses, dan ini adalah salah satu bagian dari perjalanan proses
kami sebelum nanti di kemudian hari dihadapkan pada masyarakat dan negara.
3. Dia bukan
Senior, dia adalah kakak kami dan Keluarga terdekat yang kami punya di Lembah
Manglayang sebab kami Mempunyai Hubungan Batin yang sangat Erat.
Napapujadode Angkatan XXIII.Doc Pribadi/MD |
Mendengar
STPDN dan IPDN, pasti kalian akan berpikiran mengenai senioritas yang
berlebihan seperti yang seringkali media massa ungkapkan. Padahal, kalian belum
tentu merasakan bagaimana rasanya hidup di asrama, berjauhan dengan orang tua
serta sanak keluarga. Kita bukanlah makhluk individual, yang tidak membutuhkan
orang lain.
Senior kami
tidak berdiri sebagai sosok mengerikan yang siap menghantui setiap tindak
tanduk kami, tetapi mereka adalah tangan-tangan yang selalu bersedia membantu
ketika kami kesusahan. Dialah kakak kami, yang tak henti-hentinya menularkan
kami dengan ilmu ilmu kehidupan yang belum tentu kami dapatkan hanya dengan
duduk di kelas mengikuti perkuliahan dan pelatihan.
Mereka lah
yang lebih dahulu merasakan hangatnya terik matahari Jatinangor, sehingga dari
mereka, kami bisa berguru bagaimana membiasakan diri bangun lebih cepat dari
bunyi sirine mobil posko dan menutup hari lebih lambat dari lantunan lagu wajib
ketika apel malam, namun tetap tak meninggalkan hari berlalu tanpa makna.
Dari mereka
kami belajar, bagaimana menjadi seorang adik yang menghormati kakak,
sebagaimana mereka mengayomi kami.
4. Kalian
bertanya, apa yang kami kerjakan selama 4 tahun?
Seringkali
banyak yang menanyakan pada kami, setelah masuk IPDN, apa yang kami kerjakan
disana.
Kegiatan belajar dikelas.Doc Pribadi/MD |
Sistem pendidikan di IPDN adalah Sistem Jar-Lat-Suh,
yaitu Pengajaran, Pelatihan, dan Pengasuhan. Sama seperti mahasiswa kebanyakan,
kami juga melaksanakan perkuliahan. Materi perkuliahan berbicara seputar
administrasi pemerintahan dan beberapa disiplin ilmu lainnya yang mendukung
untuk terciptanya Pamong Praja Muda yang berintegritas.
Mulai dari
Pengantar Ilmu Administrasi, Antropologi Budaya, Filsafat Ilmu, Sistem
Pemerintahan Indonesia, dan masih banyak lagi, sekitar 64 bidang ilmu,
tergantung pada kurikulum yang diberlakukan. Kami memang tidak bisa menentukan
mata kuliah apa yang ingin kita ambil lebih dahulu, semua sudah sepaket
terkemas dalam 4 tahun pendidikan. Itulah mengapa, kami juga tidak bisa bebas
menentukan jam kuliah kami.
Kami
melaksanakan perkuliahan dari pukul 07.30-12.00 WIB, kemudian dilanjutkan
dengan Pelatihan yang dimulai pada pukul 13.30-15.30 WIB. Materi Pelatihan
sebenarnya lebih kepada tata naskah dinas, yang merupakan bentuk praktek
mengenai administrasi di dunia birokrasi nanti.
Setelah
melaksanakan Pelatihan, kami diberikan kesempatan untuk mengembangkan diri
melalui Unit Kegiatan Praja sebagai bagian dari Pengasuhan. Yang ingin
berolahraga, disiapkan stadion dan lapangan olahraga, yang ingin berlatih seni,
disiapkan tempat kesenian. Pada intinya, kami tidak dibiarkan untuk merasakan
diri terkungkung.
Bersantai diasrama.Doc Pribadi/MD |
Ada banyak
Unit Kegiatan Praja yang mampu menampung gebuan khas anak muda untuk
berekspresi di dalam Ksatrian IPDN. Kami punya Gita Abdi Praja, Gita Puja
Wyata, Band Khatulistiwa, PANDAWA, dan masih banyak lagi.
Setiap tahun
kami pasti menyelenggarakan berbagai event mulai dari Gelar Kreasi Seni
tiap-tiap angkatan, Donor Darah, Perayaan Idul Adha, Natal Ceremonial,
Perarakan Ogoh-Ogoh saat Nyepi, IPDN EXPO, Pemilihan Putri Nusantara, dan
berbagai kegiatan lainnya, yang semakin mengakrabkan kami, sekaligus juga mendekatkan
kami dengan masyarakat sekitar.
Kami juga
aktif mengirimkan perwakilan untuk mengikuti Olimpiade Perguruan Tinggi
Kedinasan se-Indonesia, dan Puji Tuhan selama keikutsertaan kami dalam ajang
tersebut, kami belum pernah gagal meraih Juara Umum. Tak hanya itu saja,
belakangan ini, kami terlibat dalam pertukaran mahasiswa dengan beberapa
Universitas di luar dan dalam negeri, salah satunya dengan Khon Kaen University
Thailand.
Yah,
Berhentilah melihat sesuatu dari satu sisi,
tapi bukalah mata selebar mungkin,
agar terlihat jelas semua sisinya.
6. Dari IPDN
kami paham, bahwa kami adalah salah satu lem perekat bangsa.
Mendapatkan Keluarga Baru Di IPDN; Papua,sulawesi selatan,sulawesi utara,sumatera dan NTT |
Rasa nikmat
luar biasa yang patut kami syukuri adalah tentang menghabiskan empat tahun
kebersamaan dengan teman-teman seperjuangan yang berasal dari seluruh pelosok
Indonesia. Lebih dari 500 kabupaten/kota di Indonesia menitipkan putera puteri
kebanggaannya di tempat ini, Ksatrian IPDN. Dari IPDN kami akhirnya mengenal
hampir semua logat bahasa daerah, dan tak jarang akhirnya menjadi aksen kami
sehari-hari.
Dari IPDN
kami sadar bahwa Indonesia tak hanya perkara Sabang sampai Merauke saja, tetapi
ada banyak singgahan singgahan tempat yang menjadi bagian dari keluarga. Kami
tak perlu takut lagi jika nantinya bahkan harus dibuang ke tempat terpencil
yang mungkin saja sulit ditemukan di dalam peta, karena kami memiliki sebaran
keluarga di seluruh Indonesia.
Ya, keluarga yang pernah merasakan pahit manis kehidupan Lembah
Manglayang.
Indonesia Mini dalam IPDN.
7. Dan
proses itu pun membuahkan hasilnya, Pamong Praja Muda.
Upacara Pelatikan Pamong Praja Muda |
Penantian
panjang selama 4 tahun akhirnya berbuah manis. Proses yang tak biasa, dengan
terenggutnya masa muda oleh negara akhirnya memberikan jawabannya. Kami resmi
dilantik menjadi Pamong Praja Muda, sebuah sebutan yang tak biasa kalian
dengar, tapi sangat bermakna bagi kami.
Meski
sebenarnya ini adalah awal dari perjuangan kami, tapi rasanya terlalu banyak
yang dikurbankan untuk sampai di titik ini, dan kami harus merayakannya.
Merayakan dalam rangka keberhasilan kami menuntaskan pendidikan sekaligus
menyambut kompleksitas dunia birokrasi yang menanti selanjutnya.
Kami tak
ingin menaruh harapan terlalu muluk terhadap bagaimana Indonesia nanti dengan
adanya kami, sungguh kami bukanlah superheroes yang mampu mengubah Indonesia, tapi ijinkanlah kami membuka kembali
kepercayaan masyarakat kepada kami.
Masa lalu
almamater kami memang pernah sangat kelabu, bahkan mendekati gelap, tapi
biarkanlah kenangan pahit itu menjadi sejarah, karena sesungguhnya tidak ada
masa depan tanpa masa lalu, dan bangsa yang hebat adalah yang menghargai
sejarah, bukan larut di dalamnya.
Terima
kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar