Selasa, 19 April 2016

Cerita Kami Dari Lembah Mangalayang

Mereka bilang kami menang gaya, Mereka bilang kami brutal, mereka bilang sekolah kami bak penampungan tukang pukul,  dan dunia seolah olah menghakimi kami ketika tindak kekerasan pada dunia pendidikan lagi dan lagi terjadi, padahal tidak banyak yang tahu bagaimana rasanya menjadi 'kami' .

kampus IPDN diLembah mangalayang





1. Masa SMA kebanyakan memang indah, tetapi menjadi PRAJA adalah anugerah Tuhan yang luar biasa.(Nasip-Nasipan)
 
Masa-Masa SMA.Doc Pribadi/MD
Bisa jadi perjuangan menjadi seorang praja merupakan momentum awal perubahan dalam diri kami. Meninggalkan euforia masa putih abu-abu dan mulai mempersiapkan masa depan adalah sungguh bukanlah hal mudah.

Bagaimana kami nanti, adalah tuaian dari apa yang kami kerjakan saat ini. Perjalanan panjang menempuh rantaian pendidikan dari mulai TK hingga SMA ternyata tidak cukup menjadi amunisi.

Terbiasa melewati tahapan tes yang singkat dan bahkan bisa jadi tanpa perlu kerja keras di setiap saringan masuk tingkatan pendidikan, membuat kami harus memaksakan diri, belajar dan berlatih lebih giat lagi, mengingat serangkaian tes yang ternyata memang tidaklah mudah.

Kami juga harus mempersiapkan diri menghadapi para pesaing kami yang berasal dari seluruh Indonesia. Kami tak hanya diukur dengan besaran nilai akademis, tetapi juga kesehatan serta kekuatan fisik, dan yang tidak kalah penting sekaligus paling menentukan, yaitu kepribadian kami melalui tes psikotes. Sistem gugur di setiap tahapan membuat kami selalu waspada. Salah salah strategi, kesempatan kami akan hilang begitu saja.

2. Menjadi yang termuda bukanlah kesempatan untuk bermanja, tetapi lebih dari sekedar status Muda Praja, adalah fase untuk belajar mendewasakan diri.
Muda Praja Angkatan XXIV (Napapuja).Doc Pribadi/MD
Setelah resmi dikukuhkan menjadi Praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri, kami pun dihadapkan pada kenyataan bahwa masa remaja kami telah selesai. Masa remaja kami telah kami serahkan sepenuhnya kepada negara, dengan mengabdikan diri untuk dididik di Lembah Manglayang Jatinangor.

Siklus kehidupan Praja yang selama 24 jam non stop sedikit demi sedikit mulai merasuk dalam tingkah laku kami. Bagaimana seharusnya kami bertindak sesuai aturan yang mengikat kami adalah rentetan doktrin pengasuh dan senior yang kini telah menjadi nafas perjuangan kami.

Banyak yang bersentimen bahwa kami hanya dipaksa untuk dewasa sebelum waktunya. Anak kecil yang terbungkus oleh seragam sakti. Tapi lebih dari itu, kami sedang dipersiapkan lebih awal untuk menjadi dewasa.

Kami bukan karbitan, karena kami percaya, yang cepat bersinar akan lebih dahulu redup. Kami menikmati proses, dan ini adalah salah satu bagian dari perjalanan proses kami sebelum nanti di kemudian hari dihadapkan pada masyarakat dan negara.

3. Dia bukan Senior, dia adalah kakak kami dan Keluarga terdekat yang kami punya di Lembah Manglayang sebab kami Mempunyai Hubungan Batin yang sangat Erat.
Napapujadode Angkatan XXIII.Doc Pribadi/MD
Mendengar STPDN dan IPDN, pasti kalian akan berpikiran mengenai senioritas yang berlebihan seperti yang seringkali media massa ungkapkan. Padahal, kalian belum tentu merasakan bagaimana rasanya hidup di asrama, berjauhan dengan orang tua serta sanak keluarga. Kita bukanlah makhluk individual, yang tidak membutuhkan orang lain.

Senior kami tidak berdiri sebagai sosok mengerikan yang siap menghantui setiap tindak tanduk kami, tetapi mereka adalah tangan-tangan yang selalu bersedia membantu ketika kami kesusahan. Dialah kakak kami, yang tak henti-hentinya menularkan kami dengan ilmu ilmu kehidupan yang belum tentu kami dapatkan hanya dengan duduk di kelas mengikuti perkuliahan dan pelatihan.

Mereka lah yang lebih dahulu merasakan hangatnya terik matahari Jatinangor, sehingga dari mereka, kami bisa berguru bagaimana membiasakan diri bangun lebih cepat dari bunyi sirine mobil posko dan menutup hari lebih lambat dari lantunan lagu wajib ketika apel malam, namun tetap tak meninggalkan hari berlalu tanpa makna.

Dari mereka kami belajar, bagaimana menjadi seorang adik yang menghormati kakak, sebagaimana mereka mengayomi kami.

4. Kalian bertanya, apa yang kami kerjakan selama 4 tahun?

Seringkali banyak yang menanyakan pada kami, setelah masuk IPDN, apa yang kami kerjakan disana.
Kegiatan belajar dikelas.Doc Pribadi/MD
Sistem  pendidikan di IPDN adalah Sistem Jar-Lat-Suh, yaitu Pengajaran, Pelatihan, dan Pengasuhan. Sama seperti mahasiswa kebanyakan, kami juga melaksanakan perkuliahan. Materi perkuliahan berbicara seputar administrasi pemerintahan dan beberapa disiplin ilmu lainnya yang mendukung untuk terciptanya Pamong Praja Muda yang berintegritas.

Mulai dari Pengantar Ilmu Administrasi, Antropologi Budaya, Filsafat Ilmu, Sistem Pemerintahan Indonesia, dan masih banyak lagi, sekitar 64 bidang ilmu, tergantung pada kurikulum yang diberlakukan. Kami memang tidak bisa menentukan mata kuliah apa yang ingin kita ambil lebih dahulu, semua sudah sepaket terkemas dalam 4 tahun pendidikan. Itulah mengapa, kami juga tidak bisa bebas menentukan jam kuliah kami.

Kami melaksanakan perkuliahan dari pukul 07.30-12.00 WIB, kemudian dilanjutkan dengan Pelatihan yang dimulai pada pukul 13.30-15.30 WIB. Materi Pelatihan sebenarnya lebih kepada tata naskah dinas, yang merupakan bentuk praktek mengenai administrasi di dunia birokrasi nanti.

Setelah melaksanakan Pelatihan, kami diberikan kesempatan untuk mengembangkan diri melalui Unit Kegiatan Praja sebagai bagian dari Pengasuhan. Yang ingin berolahraga, disiapkan stadion dan lapangan olahraga, yang ingin berlatih seni, disiapkan tempat kesenian. Pada intinya, kami tidak dibiarkan untuk merasakan diri terkungkung.


5. Kehidupan asrama menonton? Tidak, kami punya segudang cerita dan prestasi yang tak akan habis untuk diceritakan kembali.
Bersantai diasrama.Doc Pribadi/MD
Rasa jenuh memang selalu ada, dan tidak bisa dipungkiri, kehidupan di asrama memang membosankan jika kita tidak mengerti bagaimana mengendalikannya. Kami pernah bosan, berkutat di lingkaran yang sama setiap harinya, bahkan terkadang kami rindu dengan kehidupan di luar pagar nan gagah menjulang tinggi. Tapi kami tahu bahwa kehidupan kami adalah disini, dan kami sendiri lah yang harus mengisinya.

Ada banyak Unit Kegiatan Praja yang mampu menampung gebuan khas anak muda untuk berekspresi di dalam Ksatrian IPDN. Kami punya Gita Abdi Praja, Gita Puja Wyata, Band Khatulistiwa, PANDAWA, dan masih banyak lagi.

Setiap tahun kami pasti menyelenggarakan berbagai event mulai dari Gelar Kreasi Seni tiap-tiap angkatan, Donor Darah, Perayaan Idul Adha, Natal Ceremonial, Perarakan Ogoh-Ogoh saat Nyepi, IPDN EXPO, Pemilihan Putri Nusantara, dan berbagai kegiatan lainnya, yang semakin mengakrabkan kami, sekaligus juga mendekatkan kami dengan masyarakat sekitar.

Kami juga aktif mengirimkan perwakilan untuk mengikuti Olimpiade Perguruan Tinggi Kedinasan se-Indonesia, dan Puji Tuhan selama keikutsertaan kami dalam ajang tersebut, kami belum pernah gagal meraih Juara Umum. Tak hanya itu saja, belakangan ini, kami terlibat dalam pertukaran mahasiswa dengan beberapa Universitas di luar dan dalam negeri, salah satunya dengan Khon Kaen University Thailand.

Yah, 
Berhentilah melihat sesuatu dari satu sisi, 
tapi bukalah mata selebar mungkin, 
agar terlihat jelas semua sisinya.


6. Dari IPDN kami paham, bahwa kami adalah salah satu lem perekat bangsa.
Mendapatkan Keluarga Baru Di IPDN;
Papua,sulawesi selatan,sulawesi utara,sumatera dan NTT
Rasa nikmat luar biasa yang patut kami syukuri adalah tentang menghabiskan empat tahun kebersamaan dengan teman-teman seperjuangan yang berasal dari seluruh pelosok Indonesia. Lebih dari 500 kabupaten/kota di Indonesia menitipkan putera puteri kebanggaannya di tempat ini, Ksatrian IPDN. Dari IPDN kami akhirnya mengenal hampir semua logat bahasa daerah, dan tak jarang akhirnya menjadi aksen kami sehari-hari.

Dari IPDN kami sadar bahwa Indonesia tak hanya perkara Sabang sampai Merauke saja, tetapi ada banyak singgahan singgahan tempat yang menjadi bagian dari keluarga. Kami tak perlu takut lagi jika nantinya bahkan harus dibuang ke tempat terpencil yang mungkin saja sulit ditemukan di dalam peta, karena kami memiliki sebaran keluarga di seluruh Indonesia.

    Ya, keluarga yang pernah merasakan pahit manis kehidupan Lembah Manglayang.

    Indonesia Mini dalam IPDN.

7. Dan proses itu pun membuahkan hasilnya, Pamong Praja Muda.
Upacara Pelatikan Pamong Praja Muda
Penantian panjang selama 4 tahun akhirnya berbuah manis. Proses yang tak biasa, dengan terenggutnya masa muda oleh negara akhirnya memberikan jawabannya. Kami resmi dilantik menjadi Pamong Praja Muda, sebuah sebutan yang tak biasa kalian dengar, tapi sangat bermakna bagi kami.

Meski sebenarnya ini adalah awal dari perjuangan kami, tapi rasanya terlalu banyak yang dikurbankan untuk sampai di titik ini, dan kami harus merayakannya. Merayakan dalam rangka keberhasilan kami menuntaskan pendidikan sekaligus menyambut kompleksitas dunia birokrasi yang menanti selanjutnya.

Kami tak ingin menaruh harapan terlalu muluk terhadap bagaimana Indonesia nanti dengan adanya kami, sungguh kami bukanlah superheroes yang  mampu mengubah Indonesia,  tapi ijinkanlah kami membuka kembali kepercayaan masyarakat kepada kami.

Masa lalu almamater kami memang pernah sangat kelabu, bahkan mendekati gelap, tapi biarkanlah kenangan pahit itu menjadi sejarah, karena sesungguhnya tidak ada masa depan tanpa masa lalu, dan bangsa yang hebat adalah yang menghargai sejarah, bukan larut di dalamnya.

Terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FORMULIR KONTAK

Nama

Email *

Pesan *